Sukorejo ( 20/04/2016 ) Kecamatan Tunjungan memiliki berbagai kearifan budaya, baik berupa peninggalan bangunan – bangunan pemerintahan berupa joglo sebagai konsep utama, tata pertanian dengan konsep khas nusantara berupa berupa penanggalan pranata mangsa dan peninggalan non – bendawi. Dalam perkembangannya, kearifan ini terkristal dan menjadi perilaku yang unik dalam kehidupan sehari – hari.
Sebagian besar masyarakat Kecamatan Tunjungan beragama islam, sekalipun ada pula pemeluk agama – agama yang lain. Demikian pula di desa Sukorejo Kecamatan Tunjungan, sebagian besar masyarakatnya menganut agama islam, sehingga membutuhkan fasilitas – fasilitas keagamaan untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka. Sehingga, kemudian masyarakat Sukorejo memiliki inisiatif untuk mendirikan sebuah masjid di dukuh Jambangan.
Sekilas, masjid desa Sukorejo yang terletak di dukuh Jambangan ini tidak berbeda dengan masjid – masjid lain di Kabupaten Blora. Memiliki denah yang berbentuk bujur sangkar, memiliki atap yang berujung runcing dan bentuk bangunan utama menyerupai joglo adalah ciri- ciri umum masjid di nusantara.
Namun, masjid yang terletak di dukuh Jambangan Desa Sukorejo ini tidak memiliki nama. Penduduk desa sukorejo menyebutnya sebagai “Masjid“ saja, tanpa nama lanjutan. Bloranews berkunjung ke “Masjid tanpa nama“ tersebut dan mendapati bahwa tidak ada papan nama yang menunjukkan identitas masjid tersebut.
Menurut Kang Damin ( 40 ) tokoh Desa Sukorejo, “masjid tanpa nama“ tersebut di bangun di awal tahun 2000. Kang Damin, adalah warga pribumi Sukorejo Kecamatan Tunjungan yang sejak dari awal menjadi salah satu ujung tombak pendirian masjid tersebut.
Kepada Bloranews.com, Kang Damin menceritakan awal pendirian “masjid tanpa nama tersebut“. “Masjid ini, mulai dibangun pada awal tahun 2000, dan dibutuhkan waktu lima tahun untuk membuatnya jadi seperti ini. Sebuah masjid yang sederhana, namun merupakan hasil kerja keras dan pengorbanan warga Sukorejo seluruhnya.“ tutur Kang Damin.
Lebih jauh, Kang Damin menyampaikan bahwa segala kemampuan warga disumbangkan untuk pembangunan “masjid tanpa nama“ tersebut. “misalnya untuk gambar bangunan, saat itu bapak Drs. Radiman (Mantan Kepala SMKN 1 Blora) membantu membuat sketsa – nya”. Para warga desa yang lain juga turut membantu, yang memiliki kayu mereka menyumbang kayu, yang memiliki batu akan menyumbang batu. Dan konsumsi pekerja pembangunan dilakukan secara bergiliran antar warga.“ cerita Kang Damin.
Tentang ke- tidak bernama-an masjid ini, Kang Damin menceritakan bahwa di awal pendirian masjid tersebut beberapa tokoh dukuh Jambangan sowan (berkunjung) ke K.H. Ahmad Syahid di Kemadu Kecamatan Sulang Kabupaten Rembang. K.H. Ahmad Syahid merupakan salah satu tokoh ulama yang sangat dihormati oleh warga dukuh Jambangan, karena banyak warga dukuh Jambangan adalah alumni pesantren Kemadu yang diasuh oleh K. H. Ahmad Syahid.
Para delegasi dari dukuh Jambangan tersebut diterima oleh Mbah Syahid (panggilan akrab K.H. Ahmad Syahid Kemadu). Dengan sabar, Mbah Syahid mendengarkan keluh – kesah delegasi tersebut. Sampai kemudian, para delegasi dari dukuh Jambangan ini menanyakan “nama“ yang cocok untuk masjid tersebut.
Ditanya tentang “nama“ yang cocok untuk masjid tersebut, bukan menjawab Mbah Syahid mengajak para tamu tersebut untuk berkeliling pesantren. Para tamu yang kebingungan pun menurut saja. Sambil berkeliling, Mbah Syahid menunjukkan bangunan – bangunan di pesantren.
Setelah berkeliling, Mbah Syahid menyampaikan kepada para tamu tujuan dari berkeliling pesantren tersebut. Pesantren Mbah Syahid yang telah berdiri megah dan memiliki banyak santri saja tidak memiliki papan nama, yang lebih penting dari nama sebuah tempat adalah perbuatan – perbuatan mulia yang dilakukan di dalamnya. “ inilah kenapa masjid ini sekarang tidak bernama, mas “ lanjut kang Damin.
Cerita pendirian “masjid tanpa nama“ di dukuh Jambangan Desa Sukorejo Tunjungan menyadarkan kita betapa dewasa ini kita lebih melihat sesuatu dari “ luarnya “ saja. Sedangkan siapa sebenarnya kita adalah apa yang telah kita perbuat dan sejauh mana kita belajar dari pengalaman – pengalaman kita.
Reporter : Amin Mahrus S.
Fotografer : Az Zulfa