Indonesia dibawah ancaman Proxy War
Globalisasi menyebabkan kaburnya batas antar negara. Pasca perang dingin yang dimenangkan oleh blok barat, Amerika Serikat menjadi negara super power yang mampu mengintervensi negara lain.
Pada awalnya, Amerika Serikat mengintervensi dengan menggunakan empat isu yakni demokratisasi, lingkungan hidup, HAM dan terorisme.
Dan, dalam menanamkan pengaruhnya di negara berkembang, negara adidaya ini menggunakan “Proxy War”. Yaitu, cara berperang secara asimetris dengan memanfaatkan pihak ketiga.
Kondisi Indonesia saat ini sedang diuji. Pada masa orde baru, penegakan hukum dapat dilakukan dengan cara represif menggunakan UU Subversi.
Namun, saat ini setelah UU Subversi dicabut, maka penegakan hukum harus didasarkan pada proses hukum dan perundangan yang masih berlaku.
Dengan terkendalanya penegakan hukum, maka paham-paham yang masuk melalui globalisasi sangat mudah berkembang. Termasuk, terorisme dan virus isu SARA yang masih menjangkiti proses pendewasaan demokrasi.
Isu SARA, terorisme dan radikalisme semakin mudah masuk ke semua negara yang baru berkembang termasuk Indonesia, akibat kemajuan media sosial (medsos) yang tidak terbendung.
Namun, di sisi yang lain kedewasaan dalam menggunakan medsos secara bijaksana belum tersublimasi dalam masyarakat Indonesia.
Akhirnya, generasi muda menjadi sasaran empuk dalam proxy war di era “An Information Edge” sekarang ini.