Blora- Tidak banyak remaja yang merasa terpanggil melestarikan seni identitas daerah. Stigma kampungan dan ketinggalan jaman kerap membuat kawula muda ini lebih memilih menjadi penonton kesenian daripada pelaku seni.
Demikian pula yang dirasakan oleh Febriyan Desty Cahyani, salah satu seniman muda paguyuban seni barong Risang Guntur Seto. Pada mulanya Desty, sapaan akrab Febriyan Desty Cahyani, merasa malu karena barongan kental dengan stigma kampungan dan ketinggalan jaman.
“Awalnya saya nggak suka seni tari. Jangankan seni tari barongan, menari saja rasanya gimana gitu. Banyak yang bilang katrok (kampungan) tapi saya coba bertahan latihan menari di RGS” ungkapnya.
Setelah berjalan cukup lama berlatih menari di Risang Guntur Seto, tibalah saatnya Desty untuk tampil di atas panggung. Desty menunjukkan bakat menarinya yang ternyata tidak mengecewakan. Mulai saat itu, percaya dirinya tumbuh dan mulai menikmati aktivitas menarinya.
BACA :
LEBIH DEKAT DENGAN RISANG GUNTUR SETO
“Untung di RGS pelatihnya cukup sabar, jadinya semakin mencintai dunia menari. Selain berlatih menari kita juga diberi nasehat dan motivasi tentang pentingnya melestarikan kesenian tari barongan” ujar pelajar kelas X SMA N 2 Blora ini.
Kebanggaannya pada seni tari terus tumbuh setelah menyabet juara I pentas tari di TMII bersama RGS tahun kemarin. Desty juga tampil di pentas tari Sun Manekun dalam pembukaan MHQ di pendopo rumah dinas Bupati Blora.
Desty memberi satu tips kepada para muda Blora agar tapil percaya diri di panggung pentas. “Supaya pede, ya harus juara dulu. Kalau sudah juara pasti percaya diri tampil di event apapun” sarannya [.]
Foto Koleksi Febriyani
Reporter : Jack Priyanto